Industri musik Indonesia telah lama menjadi ladang penuh dinamika dan potensi kreatif. Namun, di balik gemerlap panggung dan kemegahan konser, tersimpan persoalan serius yang mengakar: perlindungan hak cipta dan kejelasan regulasi yang belum maksimal. Dalam beberapa tahun terakhir, polemik tentang royalti, cover lagu, hingga izin penggunaan karya terus menghantui para musisi.
Salah satu musisi yang vokal dalam menyuarakan hal ini adalah Judika, penyanyi dan pencipta lagu papan atas yang telah merasakan jatuh bangun dunia musik. Lewat berbagai pernyataan publik, Judika mengungkapkan keresahannya mengenai lemahnya perlindungan hukum terhadap hak cipta dan mendorong pemerintah untuk segera turun tangan.
Profil Singkat Judika: Suara Emas dari Sumatera Utara
Judika Sihotang atau yang dikenal dengan nama panggung Judika, merupakan salah satu penyanyi pria dengan kualitas vokal terbaik di Indonesia. Kariernya melesat sejak mengikuti ajang pencarian bakat “Indonesian Idol” dan terus bersinar lewat berbagai lagu hits seperti “Aku yang Tersakiti”, “Jikalau Kau Cinta”, dan “Bukan Dia Tapi Aku”.
Sebagai penyanyi sekaligus pencipta lagu, Judika tidak hanya menjadi wajah dari musik pop tanah air, tetapi juga sosok yang memahami pentingnya perlindungan karya intelektual. Dalam kapasitasnya sebagai pelaku industri musik, Judika melihat langsung bagaimana karya cipta seringkali digunakan secara bebas tanpa izin maupun imbal balik yang layak.

Sengkarut Hak Cipta: Masalah Lama yang Tak Kunjung Usai
Sengkarut hak cipta bukan hal baru. Banyak musisi di Indonesia mengeluhkan bahwa karya mereka digunakan tanpa izin, baik oleh pihak komersial maupun perorangan, terutama dalam bentuk cover lagu yang diunggah ke platform digital seperti YouTube dan TikTok. Tidak sedikit pula kasus pelanggaran hak cipta yang berujung pada konflik hukum, tetapi jarang sekali berbuah keadilan bagi penciptanya.
Sistem manajemen kolektif di Indonesia dinilai masih belum optimal. Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) kerap kali disoroti karena dinilai belum mampu memastikan distribusi royalti yang transparan dan adil. Judika secara terbuka menyatakan bahwa sistem yang ada masih menyisakan banyak pertanyaan dan celah pelanggaran.
Judika Bicara: “Negara Harus Hadir, Bukan Diam”
Dalam salah satu wawancaranya, Judika menegaskan bahwa negara tidak boleh abai terhadap masalah ini. “Kalau negara tidak hadir dalam perlindungan hak cipta, maka para pencipta lagu akan terus dirugikan. Ini bukan hanya tentang uang, ini tentang penghargaan terhadap karya,” tegasnya.
Judika menilai bahwa regulasi yang ada, meskipun sudah mengalami beberapa revisi, masih belum memberikan kepastian hukum bagi semua pihak. Menurutnya, perlu ada sistem yang lebih tegas dan terintegrasi, yang bukan hanya fokus pada penarikan royalti, tetapi juga edukasi dan penegakan hukum yang konsisten.
Maraknya Kasus Cover Lagu dan Minimnya Izin
Salah satu isu yang disoroti Judika adalah banyaknya penyanyi atau konten kreator yang meng-cover lagu tanpa izin dari pencipta aslinya. Meski ada yang menyebutnya sebagai bentuk apresiasi, bagi Judika dan banyak musisi lain, hal ini tetap merupakan pelanggaran jika tidak melalui jalur yang resmi.
Judika menyatakan, “Cover lagu harus ada izinnya. Ada hak moral dan hak ekonomi pencipta lagu yang harus dihargai. Kalau semua orang bisa semaunya, lalu apa gunanya menciptakan lagu?”
Lebih lanjut, ia menggarisbawahi pentingnya edukasi kepada masyarakat dan pelaku industri bahwa musik bukan sekadar hiburan, tapi juga karya intelektual yang memiliki perlindungan hukum.
Royalti: Hak Musisi yang Masih Abu-Abu
Salah satu polemik besar dalam dunia musik Indonesia adalah soal royalti. Meskipun sudah ada Undang-Undang Hak Cipta dan kehadiran LMKN, pelaksanaan di lapangan masih jauh dari ideal. Banyak musisi, terutama yang belum memiliki nama besar, mengaku tidak mendapatkan royalti secara adil, bahkan ada yang sama sekali tidak tahu bagaimana sistem itu bekerja.
Judika menyatakan bahwa perlu ada reformasi besar dalam sistem ini. “Sistemnya harus transparan. Kita ini menciptakan lagu, dijual, diputar di mana-mana, tapi kita enggak tahu hasilnya ke mana. Itu yang bikin sakit hati,” ujar Judika dalam sebuah diskusi publik.
Masukan untuk LMKN dan Pemerintah
Sebagai musisi yang telah lama berkecimpung dalam industri ini, Judika tak segan memberikan masukan kepada LMKN dan pemerintah. Ia menekankan perlunya pembaruan sistem digital pengelolaan karya musik, yang bisa melacak penggunaan lagu secara real-time di berbagai platform dan kanal distribusi.
“Kalau negara bisa punya sistem e-KTP untuk seluruh penduduk, kenapa tidak bisa bikin sistem digital untuk musik yang notabene jumlahnya jauh lebih sedikit? Ini masalah niat dan keseriusan,” sindirnya.
Harapan Akan Masa Depan Industri Musik yang Adil
Terlepas dari kritiknya, Judika tetap menyimpan harapan. Ia percaya bahwa dengan kolaborasi antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat, ekosistem musik yang adil dan berkelanjutan bisa terwujud.
Ia juga mendorong generasi muda untuk peduli terhadap hak cipta dan menghormati setiap karya yang mereka gunakan. “Jangan cuma jadi penikmat musik, tapi juga pelindung musik. Kalau kamu suka musiknya, hargai penciptanya,” kata Judika.
Tanggapan Publik dan Dukungan dari Sesama Musisi
Pernyataan Judika mendapat dukungan luas dari sesama musisi. Banyak di antara mereka menyuarakan hal yang sama di media sosial, bahkan mendorong agar terbentuk aliansi musisi untuk mengadvokasi hak-hak mereka secara kolektif.
Musisi seperti Glenn Fredly semasa hidup, Once Mekel, dan Yovie Widianto juga pernah mengangkat isu ini, memperkuat fakta bahwa masalah hak cipta bukan hanya keluhan individu, tapi masalah struktural yang harus ditangani serius.
Penutup: Perlindungan Hak Cipta adalah Cermin Peradaban
Perlindungan terhadap hak cipta bukan hanya tentang industri, tetapi juga tentang menghargai hasil kerja keras, kreativitas, dan intelektualitas. Apa yang disuarakan Judika menjadi cerminan keresahan kolektif para seniman yang selama ini merasa suaranya tidak didengar.
Sudah saatnya negara tidak hanya hadir secara simbolis, tetapi aktif dalam menciptakan sistem yang transparan, adil, dan memberdayakan. Musik adalah wajah budaya bangsa, dan jika kita tidak bisa menjaga penciptanya, maka kita sedang mengabaikan salah satu aset bangsa yang paling berharga.
Baca Juga : 23 Mei 2018: Niat Hamburg Usir Mobil Diesel Tua, Demi Kualitas Udara dan Masa Depan Kota Hijau